Kisah Mbah Sadiman, Pelestari Hutan dan Sumber Air di Wonogiri

by Abdul Manar

Wonogiri-kabarwonogiri.com-Langkah kaki lelaki tua itu cukup cepat saat masuk kawasan Bukit Gendol Desa Geneng Kecamatan Bulukerto Wonogiri. Lelaki tua itu adalah Mbah Sadiman, seorang yang mencintai lingkungan hidup dan kiprahnya bermanfaat bagi banyak oramg.

Meski sudah berusia 72 tahun, pria berjenggot putih itu tak terlihat sedikitpun kelelahan saat naik-turun Bukit Gendol. Hal itu ia lakukan setiap hari. Jarak antara Bukit Gendol dengan rumahnya sekitar 2 kilometer.

Mbah Sadiman setiap hari ke Bukit Gendol untuk merawat pohon yang sudah ia tanam sejak 1996. Hingga kini ia masih terus konsisten menanam pohon untuk kelestarian hutan dan keberlangsungan hidup.

Di tepi sungai yang berada di Bukit Gendol itu, Mbah Sadiman bercerita jika pada 1996 awalnya ia menanam 19 pohon beringin. Namun saat ini tinggal sisa 2 pohon. Keliling lingkar dua pohon itu mencapai 3 meter.

Mbah Sadiman pun menunjukkan dua pohon yang masih berdiri tegak itu. Hingga kini Mbah Sadiman masih terus merawat pohon tersebut.

Pada saat itu di kawasan Geneng ada Pohon beringin besar. Pohon itu kemudian dicangkok. Cangkokan itulah yang digunakan untuk menanam beringin di areal hutan.

Salah satu alasan Mbah Sadiman memilih beringan karena pohon tersebut merupakan jenis pohon pengikat air di areal lahan hutan. Dari akar-akar pohon itu bisa mengeluarkan air.

Aksi Mbah Sadiman untuk menanam pohon dan menghijaukan bukit bukan tanpa alasan. Ada satu fenomena besar di desanya yang membuat Mbah Sadiman menanam ribuan pohon hingga bertahun-tahun.

Pada 1964 di kawasan Bukit Gendol dan sekitarnya terjadi kebakaran hutan besar. Hal itu menyebabkan saat kemarau panjang di desa itu mengalami kekeringan dan kesulitan mendapatkan air bersih.

“Masyarakat kekurangan air dan gizi. Banyak kematian di sini. Di Sobo banyak janda karena seringnya orang meninggal. Sering dengar anak menangis karena kelaparan. Tidak bisa memasak karena tidak ada air.,” kata Mbah Sadiman belum lama ini.

Kondisi saat itu, menurutnya seperti saat pandemi Covid-19. Masyarakat kekurangan makan dan banyak orang meninggal.

Pada saat itu, Mbah Sadiman duduk di bangku kelas 3 SD. Meksi masih kecil Mbah Sadiman mempunyai fikiran untuk menanam pohon di hutan tersebut. Namun ia belum mampu mewujudkan keinginannya karena masih anak-anak.

Pada 1991-1995, Mbah Sadiman bekerja sebagai penderes getah pinus. Namun hasil deres getah pinus seberat 3 kuwintal tidak dibayar.

“Saat itu saya tergelitir (terperosot) karena daun pinus licin. Kemudian berfikir kalau saya tidak menanam pohon beringin, desa akan gersang terus,” ungkap dia.

Sejak saat itulah, 1996, Mbah Sadiman mulai menanam pohon beringin di Bukit Gendol. Selain itu Mbah Sadiman juga menanam di kawasan Brono, Bengkah, Bawang, Etan Candi, Lor Candi, Ampyangan, Sengodalem, Luweng, Gintung-gintung, Mendut, Bedug, Waru dan lain-lain.

Lahan yang ditanami Mbah Sadiman di lereng selatan Gunung Lawu itu tidak kurang dari 100 hektare. Selain menanam, Mbah Sadiman juga merawat pohon itu hingga besar.

Jika pohon tidak tumbuh, tanaman itu disulami atau diganti bibit baru. Pohon yang tumbuh selalu dibersihkan dari rumput dan kotoran di sekeliling pohon. Pohon yang ditanam juga sesekali dipupuk.

Aksi Mbah Sadiman selama bertahun-tahun itu mulai dirasakan oleh warga. Pada 2013 warga mulai merasakan mudahnya memperoleh air bersih. Air di desa semakin bertambah besar.

Kini air minum dari sumber bukit yang ditanami pohon oleh Mbah Sadiman bisa dimanfaatkan sekitar 1.100 Kepala Keluarga (KK). Selain itu air berfungsi untuk saluran air atau irigasi yang dimanfaatkan untuk pertanian.

Hingga kini sudah ada sekitar 15.000 pohon yang ditanam Mbah Sadiman. Jumlah itu belum termasuk pohon kecil yang baru saja ditanam. Sebab hingga kini Mbah Sadiman masih terus menanam pohon.

Jenis pohon beringin yang ditanam jenis ficus yang bisa memunculkan air. Berbeda dengan pinus yang justru mengonsumsi air banyak. Pohon beringin mendekatkan sumber air ke permukaan.

Dulu di kawasan Bukit Gendol ada beberapa lembah yang sama sakali tidak ada tanamannya. Sehingga saat musim penghujan, air langsung mengalir ke bawah. Sehingga saat musim kemarau sumber air tidak ada alias mengering.

Kawasan lembah itulah yang ditanami pohon oleh Mbah Sadiman. Jadi bisa mengikat air. Sehingga saat kemarau sumber air masih ada dan melimpah.

Atas jasanya itu, Mbah Sadiman kerap mendapatkan penghargaan di lingkungan hidup. Bahkan Pada 2016 ia mendapatkan Penghargaan Kalpataru.

Related Posts

Leave a Comment