Wonogiri-kabarwonogiri.com- Sebutan sebagai “Guru Besar” bagi Bupati Wonogiri Joko Sutopo adalah sikap personal,oleh sebab itu dia takberhak memberikan soal itu.Disisi lain,orang nomor satu di Wonogiri itu merasa tak pernah menggurui namun membuka ruang belajar bersama.
“Saat sudah menentukan pilihan politik, disitu kita membangun ruang untuk berdialektika, berdiskusi dan saling memberikan pembelajaran. Bukan menggurui lho ya, saling memberikan pembelajaran,” ujar Joko Sutopo, Senin (23/9).
Jekek mengatakan, berpolitik itu adalah pilihan pribadi untuk mengambil sikap politik. Sikap politik itu diambil melalui parpol yang ada. Dengan begitu, orang yang mengambil sikap politik itu akan masuk di keluarga besar parpol yang dipilih.
Pembelajaran itu adalah soal pemahaman yang baik soal berpolitik. Jekek menuturkan, karena itu yang dibangun adalah kebersamaan, menginisiasi sekaligus membangun kesadaran bahwa berpolitik itu membutuhkan sejumlah hal.
Dia menyebut,berpolitik itu butuh kedisiplinan, dedikasi, penguatan karakter. Karena sesungguhnya parpol adalah wadah untuk membangun karakter kolektif menuju kualifikasi kita menduduki jabatan publik. Itu yang harus disadari.
Jekek ingin meluruskan bahwa dia tak pernah menjadi guru atau apapun. Berpolitik adalah membuka ruang seluas-luasnya untuk pihak-pihak di dalamnya berdiskusi, belajar bersama hingga memahami fungsi parpol yang sudah diikuti sebagai garis pengabdian bersama.
“Disitulah ruang untuk membangun karakter kolektif, yang nanti menumbuhkan kedisiplinan, tanggung jawab, totalitas dan yang paling tinggi menumbuhkan etika dan norma dalam berpolitik,” paparnya.
Soal etika dan norma, maka bicara soal pilihan. Jekek menuturkan, saat seseorang sudah bergabung di salah satu parpol maka harus konsisten.
“Kalaupun dengan beberapa pertimbangan mungkin harus mengambil sikap lain ya harus dipenuhi dong unsur etikanya. Secara terbuka berkomunikasi dengan partai yang sudah memberikan warna dalam proses pengabdiannya. Nggak bisa dong mengambil langkah bersifat personal memgesampingkan etika dan kebersamaan,” papar Jekek.
Semisal punya pilihan lain, imbuh Jekek, seseorang yang sudah tergabung di parpol harus memenuhi etika politik yang ada. Sebagaimana diketahui, Tarso juga sebelumnya dikenal sebagai kader PDI Perjuangan cukup lama.
“Makanya harus ada etika politik. Komunikasi kepada organisasinya. Kalau menjabat Fraksi ya komunikasi dulu dengan Fraksi PDI Perjuangan. Pertimbangan politisnya apa untuk keluar, itu sah nggak ada masalah. Tetapi mestinya harus dipenuhi etika publiknya,” papar dia.
“Kalau dia (Tarso) menganggap saya sebagai guru besar, saya tidak pernah merasa menggurui atau apapun kok. Yang saya ciptakan adalah ruang pembelajaran bersama, ruang belajar bersama,” beber Jekek.
Ruang belajar itu, imbuh dia, adalah ruang untuk saling menghormati, mengapresiasi untuk menumbuhkan semangat kedisiplinan dan pertanggung jawaban. Dalam hal ini di dunia politik.
“Saya sebagai pribadi tidak pernah merasa menjadi guru atau apapun. Yang kita lakukan adalah menjadikan partai ruang belajar bersama. Untuk membangun kesadaran, kedisiplinan, militansi dan tanggung jawab yang didasari etika dan norma,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Tarso, Cabup Wonogiri saat pengundian nomor urut Paslon Cabup-Cawabup Wonogiri untuk Pilkada 2024 menyebutkan bahwa Jekek adalah guru besarnya.