Wonogiri-kabarwonogiri.com-Fenomena ulat jati bergelantungan di jalan terjadi di Wonogiri saat awal musim hujan. Pengendara sepeda motor berjalan zig zag. Namun ada juga yang mendapatkan uang dari fenomena itu.
Fenomena maraknya ulat jati yang turun ke bawah itu dibagikan oleh akun Tiktok @noer_inna. Video itu diposting pada Selasa (18/11/2024) lalu.
Dalam video itu tampak ulat jati menyerbu sepeda motor warga yang diparkirkan di sebuah gubuk. Ulat yang menempel di sepeda motor itu langsung diambil oleh pemilik menggunakan tangan dan dimasukkan ke kresek.
Berdasarkan penelusuran kabarwonogiri.com, pemilik video itu berada di Tanggeran, Desa Gedong, Kecamatan Pracimantoro. Fenomena ulat jati bergelantungan banyak ditemui di Wonogiri bagian selatan.
Fenomena ulat jati bergelantungan juga terjadi di Kecamatan Batuwarno Wonogiri. Salah satu warga yang merasakan fenomena itu adalah Anggit, warga Kelurahan Selopuro, Batuwarno.
Ia mengaku bebera hari terakhir ini merasakan fenomena ulat jati bergelantungan di jalan. Terutama saat berangkat dan pulang kerja.
“Tidak takut, tidak jijik. Tapi ya harus tetap menghindar. Jadi jalannya (mengendarai sepeda motor) zig zag,” kata Anggit, Rabu (20/11/2024).
Sementara itu, fenomena ulat bergelantungan justru membuat keuntungan bagi warga Dusun Giritontro Lor Kelurahan/Kecamatan Giritontro.
Salah satu warga yang mencari ulat jati adalah Tutik. Ia mengaku setiap tahun selalu mencari ulat jati saat musimnya tiba. Biasanya ulat dan kepompong jati muncul saat awal musim penghujan.
“Baru dua hari ini mulai mencari. Biasanya sampai seminggu (musim mencari ulat dan kepompong jati),” kata Tutik.
Ia mengatakan, cara mencari ulat dan kepompong jati dengan cara membuka daun jati yang sudah jatuh ke tanah. Sebab ulat dan kepompong bersembunyi di sela-sela daun. Baru kemudian diambil menggunakan tangan dan dimasukkan ke dalam wadah.
Setelah selesai mencari, ulat dan kepompong dibawa pulang ke rumah. Khusus untuk ulat langsung ditutup karung atau kain agar keesokan harinya sudah menjadi kepompong. Setelah menjadi kepompong semua baru laku dijual.
“Mulai cari pukul 10.00 WIB. Nanti Luhur istirahat, mulai lagi sampai sore. Ya rata-rata satu dusun mencari. Dulu malah saya cari sampai Giriwoyo (kecamatan sebelah),” jelas Tutik.
Ia meuturian biasanya warga menjual kepompong jati per-gelas. Satu gelas dibenderol dengan harga Rp 20.000. Kepompong dijual secara online dan menerima pesanan dari orang yang membutuhkan.
Dalam satu hari, lanjut Tutik, bisa mendapatkan ulat atau kepompong sebanyak 2-4 gelas. Tergantung banyak tidaknya ulat yang jatuh ke tanah. Pada musim lalu, dalam satu pekan ia bisa mendapatkan untung sebesar Rp 600.000.
“Hari ini kami ada pesanan dari Jakarta 20 gelas. Ya orang merantau, pengen ungker (kepompong) terus pesan,” kata Tutik.