Wonogiri-kabarwonogiri.com-Lima tenaga pendidik di Wonogiri tersandung kasus pencabulan selama 2023 ini. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri menanggapi kasus tersebut.
Lima kasus pencabulan itu diantaranya dilakukan oleh K (38), seorang guru SD di Kecamatan Tirtomoyo yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyetubuhi seorang siswi asal Kecamatan Kismantoro.
Kemudian, seorang kepala sekolah M (47) dan guru Y (51). Keduanya tenaga pendidik di salah satu madrasah di Kecamatan Baturetno. Mereka masing-masing mencabuli 6 orang siswinya. Sehingga ada 12 siswi di madrasah itu yang dicabuli.
Selanjutnya, guru SMP swasta di Wonogiri Kota MU (43). Pelaku memperkosa siswinya di laboratorium sekolah.
Terakhir, guru SMP Negeri di Kecamatan Jatiarono S (50). Guru itu diduga mencabuli siswinya di bus saat sekolah mengadakan piknik.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Disdikbud Wonogiri Sriyanto mengaku sudah kerap mengingatkan ke tenaga pendidik agar angan sampai terlibat kasus asusila.
Ia menegaskan bagi guru yang tersandung kasus asusila tak akan ada ampunan dari berbagai pihak. Mulai dari Bupati Wonogiri Joko Sutopo hingga lapisan masyarakat.
“Guru kalau begitu (melakukan pencabulan), lingkungan sekolah bisa menolak. Baik dari orang tua siswa dan lainnya. Kasus terakhir ini (pencabulan di Jatisrono) langsung kita tarik ke dinas yang bersangkutan (guru atau pekaku),” kata dia kepada wartawan, Kamis (2/11).
Sriyanto mengatakan, pihaknya mempunyai program untuk mengantisipasi kejadian pencabulan di lingkungan sekolah. Setiap sekolah memiliki pengawas sekolah eksternal. Pengawas itu berhubungan dan berkoordinasi langsung dengan guru BK, waka kesiswaan dan kepala sekolah.
“Saat ada perkembangan apapun bisa terlaporkan. Pengawas telah kami sebar. Kami intensifkan untuk mendeteksi ada permasalahan di sekolah. Permasalahan apapun, termasuk dampak media sosial yang negatif,” ungkap dia.
Sriyanto menjelaskan, pihak sekolah diperintahkan untuk melakukan pemetaan untuk mencegah agar anak tidak terjebak dari dampak negatif media sosial. Apakah anak memiliki kerawanan atau tidak. Misalnya anak yang ditinggal merantau orang tuanya. Kemudian dirawat oleh keluarganya seperti kakek atau neneknya.
“Ada pendampingan khusus dari guru dan bisa mengarahkan siswa ke sisi positif. Kita sambungkan wali kelas dengan orang tua anak. Jadi saat ada sesuatu, bisa terdeteksi dan tidak berlarut-larut,” kata Sriyanto.