Menyantap Nasi Tiwul Mbok Sembleng sejak 1991, Buka Hanya Malam Pon dan Kliwon

by Abdul Manar

Wonogiri-kabarwonogiri.com-Tiwul merupakan salah satu makanan tradisional khas Wonogiri. Tak jarang sebagian warung makan di Wonogiri masih menjual makanan berbahan dasar singkong itu.

Salah satu warung makan yang menjual tiwul dan sudah populer adalah Tiwul Mbok Sembleng. Warung ini berlokasi di Dusun Saratan RT 003/RW 005, Desa Sejati, Giriwoyo, Wonogiri.

Warung yang sudah ada sejak 1991 ini tidak berlokasi di pinggir jalan raya atau kawasan ramai. Melainkan berada di tengah perkampungan. Bahkan dari Jalan Raya Giritontro-Giriwoyo atau JLS masih masuk ke perkampungan sekitar 700 meter.

Uniknya, warung ini tidak buka setiap hari. Melainkan hanya saat malam pasaran jawa Pon dan Kliwon. Adapun bukanya mulai pukul 16.00-24.00 WIB.

Pemilik Warung Tiwul Mbok Sembleng, Tukimin mengungkapkan jika dirinya memiliki alasan tersendiri mengapa warungnya tidak buka setiap hari.

“Karena jauh dari jalan raya, saya memilih tidak jualan setiap hari. Saya khususkan saja waktunya, karena khawatir tidak laku. Sejak awal buka jualan di rumah,” kata dia, belum lama ini.

Ia menceritakan warung tiwul berawal dari usaha atau warung gorengan milik orang tuanya. Tukimin merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang meneruskan usaha itu.

“Generasi pertama mbah saya Pontiko jualan gorengan. Kemudian ibu saya Sembleng juga jualan gorengan. Setelah saya pegang menambah menu nasi tiwul,” ujar Tukimin.

Dapur dan tempat makan di warung itu masih terbuat dari kayu. Memasaknya masih menggunakan kayu bakar dan tungku pawon.

Dalam sajian satu porsi nasi tiwul, terdapat tambahan ikan cuwik, sayur terong, terancam dan sambal bawang. Selain itu ada aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, tempe benguk, gendar dan lain-lain.

Warung makan Mbok Sembleng tidak sepi dari pembeli. Banyak pembeli yang membawa mobil. Sebab para pembeli banyak yang berasal dari luar kota, seperti Solo, Sukoharjo, Pacitan, Jogja dan lain-lain.

Tukimin bersama enam pekerjanya mulai memepersiapkan dagangan sejak pukul 09.00 WIB. Dalam satu bulan tepung gaplek yang dihabiskan untuk membuat tiwul sebanyak 3 kwintal.

Saat warung buka, ia bisa memasak tiwul hingga 3-5 kali. Setiap memasak tiwul menghabiskan 6-7 kilogram tepung gaplek.

“Ikannya habis sekitar 60 besek, setiap besek berisi empat ikan. Jadi saya itu goreng ikan dilanjut menggoreng gorengan hingga pukul 23.00 WIB,” jelasnya.

Satu porsi yang berisi satu wadah nasi, lima ikan, satu lemper sambal bawang dan lalapan diberi harga Rp35.000. Jika menginginkan trancam, sayur terong dan gorengan harganya bertembah.

“Tiwul itu makanan khas Wonogiri. Saya ingin tetap melestarikan makanan tradisional ini. Bisa bertahan selama bertahun-tahun karena saya harus bersikap sabar dan ulet. Tentunya mempertahankan kualitas thiwul itu,” kata Tukimin.

Related Posts

Leave a Comment