Wonogiri-kabarwonogiri.com- Tradisi tunggu makam masih dapat dijumpai di Kecamatan Giriwoyo Kabuoaten Wonogiri.Biasanya,tradisi ini dilakukan ketika ada orang yang meninggal di hari anggoro kasih atau pada Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.
Cahyo warga Kecamatan Giriwoyo menjelaskan,tradisi ini dilakukan berbagai cara,ada yang menunggu makam mulai 7 hari hingga sampai 40 hari.Seperti yang dilakukan keluarganya usai ayahandanya meninggal dunia pada hari Selasa Kliwon.
“Sampai hari ini sudah dua minggu(tunggu makam),” ujar Cahyo,Senin(15/7).
Menurut dia,tradisi tunggu makam seperti itu masih lestari di desanya.
“Tradisi itu merupakan kepercayaan yang diyakini oleh sebagian besar orang Jawa, bahwa meninggal di Selasa Kliwon itu memiliki keistimewaan-keistimewaan tertentu,” kata dia.
Dikatakan, tradisi itu sudah berlangsung puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu, bahwa orang yang meninggal malam Selasa Kliwon atau di hari Selasa Kliwon, maupun Jumat kliwon itu istimewa.
“Dari cerita masyarakat,jenazah yang meninggal akan menjadi sasaran para penganut ilmu hitam, pencari pesugihan.Ada mengambil bagian-bagian dari jenazah yang meninggal di hari-hari tersebut,” jelasnya.

Karena keyakinan itu, kata dia, maka pihak keluarganya memutuskan untuk menunggu makam. Menurut dia, ada juga yang hanya menunggu selama 7 hari 7 malam maupun 40 hari 40 malam.
Ia mengaku tak mempermasalahkan apabila ada pihak yang tidak mempercayai hal itu. Menurut dia, hal itu sudah menjadi kepercayaan keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
“Kami memutuskan untuk menjalankan ritual tradisi yang sudah berjalan. Idep-idep (hitung-hitung) berbakti kepada orang tua, menjaga makam dari kemungkinan buruk yang bisa terjadi,” kata Cahyo.
Ia menjelaskan, makam ayahnya itu ditunggui selama 24 jam nonstop, siang hari maupun malam hari ada yang menunggu.
Selain pihak keluarga, pihak keluarganya meminta bantuan tetangga dan kerabat. Ada empat orang yang dikhususkan menjaga makam selama 40 hari penuh, sejak jenazah dimakamkan.Mereka dibayar sekitar Rp 10 juta.
“Kita melibatkan 4 orang yang pokok menunggu. Kita kasih uang lelah, keluarga dibantu dengan tetangga. Makan dan minum disiapkan, makam tidak ditinggalkan sama sekali sejak dimakamkan sampai 40 hari,” terangnya.
Selain di makam, ritual menunggu menurutnya juga dilakukan di bekas tempat pemandian jenazah. Sebab, bagian yang terkena air pemandian jenazah juga menjadi sasaran empuk para penganut ilmu itu.
“Di rumah ditunggu juga, karena ceritanya yang dirumah itu bisa diambil, pada bagian yang kena air mandi itu bisa juga. Makanya dua tempat jadi konsentrasi, semuanya dijaga,” imbuhnya.
Berdasarkan cerita yang dia dapatkan serta berbagai sumber literasi yang ia baca, saat ada orang jahil yang akan “menggarap” makam orang yang meninggal di hari istimewa itu akan muncul bau bangkai.
“Kemarin sempat bau didekat pemandian. Katanya ada yang bau tapi dicari tidak ketemu. Kepercayaan seperti itu masih sangat kuat di lingkungan saya. Infonya, katanya yang ambil bentuknya macan. Makanya segala antisipasi dilakukan seperti membuat pagar, intinya meminimalkan,” jelasnya.
Cahyo menyebut, tradisi itu bukan hanya dilakukan oleh keluarganya saja. Sebab selama hidupnya, ia sudah beberapa kali menemui tradisi tunggu makam didesanya itu.
“Walaupun katanya mengambil itu juga tidak seperti orang menggali makam, tapi menggunakan ritual. Katanya seperti itu, nanti yang dibutuhkan keluar sendiri. Ada bagian dari jenazah yang diambil dan juga tali pocongnya serta kain morinya,” pungkasnya.
