Wonogiri-kabarwonogiri.com-Sejumlah oknum tenaga pendidik di Wonogiri terlibat kasus asusila di Wonogiri.Dinas atau Pemkab Wonogiri mengklaim tidak akan memberikan ampun bagi guru yang berkelakuan buruk tersebut.
Berdasar informasi,oknum pendidik pertama adalah K (38) guru SD di Kecamatan Tirtomoyo yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang tega menggagahi seorang siswi asal Kecamatan Kismantoro.
Kemudian oknum kedua dan ketiga adalah kepala sekolah (kasek) berinisial M (47) dan guru berinisial Y (51) di salah satu madrasah di Kecamatan Baturetno yang mencabuli 12 orang siswi di madrasah itu.
Selanjutnya,oknum keempat adalah MU (43) guru salah satu SMP swasta di Wonogiri yang tega menyetubuhi siswinya di laboratorium sekolah. Dan terakhir, yang baru-baru ini mencuat adalah S (50), guru salah satu SMP di Kecamatan Jatisrono yang diduga nekat mencabuli siswinya di dalam bus saat perjalanan pulang wisata dari Malang.
Kepala Disdikbud Wonogiri Sriyanto mengatakan dia sudah kerap kali mengingatkan agar guru jangan sampai terlibat kasus asusila.
“Kami ingkatkan terus saat bertemu guru jangan sekali-kali, kalau guru yang bertindak (terlibat kasus asusila) jangan harap ada ampun,” kata dia baru-baru ini.
Menurut dia, tak ada ampunan dari berbagai pihak jika sampai ada guru yang terlibat kasus asusila. Baik dari Bupati Wonogiri Joko Sutopo hingga masyarakat. Karena itu pihaknya terus mengingatkan para pendidik.
“Guru kalau begitu, lingkungan sekolah bisa menolak. Baik dari orang tua siswa dan lainnya.Untuk kasus pencabulan oknum guru SMP di Jatisrono langsung kita tarik ke dinas yang bersangkutan. Sebelum ada gerakan semacam itu,” terangnya.
Sementara itu, pihaknya memiliki program dimana setiap sekolah memiliki pengawas sekolah eksternal sekolah. Pengawas sekolah itu diintensifkan dan langsung bisa berkoordinasi dengan guru BK dan wakasek kesiswaan dan kasek.
Pengawas itu diharapkan bisa mendeteksi masalah di sekolah. Permasalahan apapun, termasuk juga dampak media sosial yang negatif pada anak.
Sementara itu, Sriyanto mengatakan, untuk mencegah agar anak tak terjebak dari dampak negatif media sosial, sekolah seperti SMP melakukan pemetaan.
Dalam hal ini apakah si anak memiliki kerawanan. Misalnya adalah anak yang ditinggal boro orang tuanya dan dirawat oleh keluarganya seperti kakek atau neneknya.
“Jadi ada pendampingan khusus dari guru dan bisa mengarahkan siswa ke sisi positif. Kita sambungkan juga wali kelas dan orang tua anak. Jadi saat ada sesuatu (pada anak,red) bisa terdeteksi dan tidak berlarut-larut. Juga mendekatkan guru dan siswa,” pungkasnya.